Tips Mujarab dalam Memahami Ilmu

Bismillaahirrahmanirrahiim
Subhanallaah wal hamdulillaah, kita bersyukur kepada Allah Jalla wa ‘Ala atas limpahan karunia, nikmat serta hidayah-Nya kepada kita. Dialah yang memberi karunia kepada kita hati yang selalu rindu dan haus akan ilmu-ilmu agama. Dialah yang menggerakkan tubuh dan hati kita untuk ringan dalam menghadiri majelis ilmu, dan Dialah yang menggerakkan hati kita untuk membaca sepotong nasihat yang sekarang ada di depan kita ini. Alhamdulillaah.
Allaahumma shalli wa sallim ‘ala nabiyyinaa muhammad, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada hamba-Nya, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdu Manaf. Dan yang selalu kita harapkan syafaatnya di hari kiamat kelak. Beliau adalah utusan-Nya yang diamanahi untuk mengajak seluruh umat manusia yang berada di zaman apapun , agar mentauhidkan Allah, dengan penuh pengorbanan, jihad fii sabilillaah. Sehingga ilmu agama yang sebenar-benarnya telah sampai di depan mata kita. Alhamdulillaahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat.

 

Motivasi Memahami Ilmu
Seorang penuntut ilmu hendaklah memiliki motivasi yang kuat dalam sanubarinya dalam menuntut ilmu. Betapa senang hati kita ketika Allah ternyata memuji orang-orang yang berilmu dalam QS. Az Zumar : 9, Allah berfirman,
قُـلْ هَـلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُونَ . . .
“Katakanlah: Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?”.

Dan bukankah kita tidak mau jika kita dicela oleh orang lain karena kebodohan kita? Terlebih jika yang mencela adalah Allah Ta’ala. Melaui firman-Nya dalam QS. Ar-Ra’d: 19, Allah Ta’ala memperingatkan kita,
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ
“Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan dari Rabbmu adalah kebenaran sama sebagaimana orang yang buta?”.
Di dalam ayat ini, Allah memposisikan orang yang bodoh seperti halnya orang yang buta dan tidak bisa melihat, meskipun secara zahir matanya berfungsi.

Karena dengan ilmu -yang lurus- kita akan dapat mengetahui kebenaran. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ . . .

“Dan orang-orang yang diberikan ilmu itu melihat bahwasanya apa yang diturunkan dari Rabbmu kepadamu itulah kebenaran.” (QS. Saba’: 6).
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang berilmu itulah yang bisa melihat kebenaran yaitu pada apa yang diturunkan Allah, dan ini sekali lagi menjadi sebuah sanjungan dan pujian bagi orang-orang yang dikaruniai ilmu oleh Allah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, bahwa kesempurnaan pribadi seseorang akan bisa terwujud dengan menyempurnakan dua buah kekuatan; yaitu kekuatan ilmu dan amal.
Menyempurnakan kekuatan ilmu adalah dengan keimanan, sedangkan menyempurnakan kekuatan amal adalah dengan melakukan amal-amal shalih.
Ini artinya, dengan ilmu, iman dan amal akan terwujud sosok yang ideal secara individu. Kemudian kesempurnaan individu ini akan lengkap jika dibarengi kesempurnaan secara sosial, yaitu dengan mengajarkan kebaikan, bersabar di atasnya, dan menasihati dalam hal kesabaran untuk berilmu dan beramal.

Namun, memang tidak dipungkiri bahwa iman itu naik dan turun, menuntut ilmu itu terkadang semangat, terkadang futur, bahkan ketika sudah berada dalam majelis ilmu. Berangkat ke majelis ilmu dengan semangat menggebu-gebu, tapi di tengah mendengarkan faedah, konsentrasi menurun, atau bahkan hilang. Entah karena asyik berbagi “faedah” dengan kawan sebelah, atau bahkan asyik dengan upaya diri menahan kantuk. Maka perlu kiranya kita mengoreksi sikap kita ketika di majelis ilmu, agar semangat menggebu di awal datang ke majelis ilmu tetap terjaga sampai majelis di tutup bahkan sampai mengamalkannya. Karena semangat itu perlu di jaga, perlu dilestarikan, dengan mengusahakan lingkungan yang kondusif, sehingga semangat dan kondisi itu menjadi saling mendukung.

 

Adab Menuntut Ilmu dan Berada di Majelis Ilmu

Adab menuntut ilmu :
a. Mengikhlaskan niat
Menuntut ilmu adalah ibadah yang mulia. Agar ibadah tersebut diterima oleh Allah Ta’ala dan berbuah pahala, maka hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga betul keikhlasan niatnya. Al-Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya dengan apa seseorang meniatkan dirinya dalam menuntut ilmu? Maka beliau pun menjawab, “Hendaknya dia niatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari diri orang lain.”
b. Tampil dengan penampilan yang baik
Hendaknya seorang penuntut ilmu tampil dengan penampilan yang bersih dan rapi. Di dalam hadits malaikat Jibril ‘alaihis salam ketika beliau ‘alaihis salam datang ke majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam digambarkan bahwa beliau datang dengan penampilan yang baik. Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Muncul di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh..” (HR. Muslim dari Umar radhiyallahu ‘anhu).
c. Berusaha untuk berada di tempat terdepan
Tempat terdepan akan memiliki luas pandang yang lebih sedikit daripada di belakang, sehingga akan lebih mudah fokus. Tempat terdepan juga meminimalisir terjadinya salah informasi. Tempat terdepan juga akan memotivasi kita untuk lebih bersungguh-sungguh dan tidak mengantuk, karena berada langsung di depan pengajar, dan karena jika bersikap tidak baik, padahal duduk di tempat terdepan, maka akan mendhalimi orang yang duduk di belakang, sebab mengganggu konsentrasinya.
d. Tenang dan fokus dalam mendengerkan faedah
Karena hanya dengan sikap tenang dan fokuslah, ilmu/faedah itu dapat diterima dan dipahami secara utuh, sehingga tidak menyesatkan diri sendiri maupun orang lain dalam beramal.

 

Adab berada di majelis ilmu :
a. Bersegera datang ke majelis ilmu dan tidak terlambat, bahkan harus mendahuluinya dari selainnya
Seseorang bila terbiasa bersegera dalam menghadiri majelis ilmu, maka akan mendapatkan faidah yang sangat banyak. Sehingga Asy-Sya’bi ketika ditanya,“Dari mana engkau mendapatkan ilmu ini semua?”, ia menjawab,“Tidak bergantung kepada orang lain. Bepergian ke negeri-negeri dan sabar seperti sabarnya keledai, serta bersegera seperti bersegeranya elang”.
b. Mencatat faedah-faedah yang didapatkan dari kitab
Mencatat faidah pelajaran dalam kitab tersebut atau dalam buku tulis khusus. Faedah-faedah ini akan bermanfaat jika dibaca ulang dan dicatat dalam mempersiapkan materi mengajar, ceramah dan menjawab permasalahan. Oleh karena itu sebagian ahli ilmu menasihati kita. Jika membeli sebuah buku, agar tidak memasukkannya ke perpustakaan. Kecuali setelah melihat kitab secara umum. Caranya dengan mengenal penulis. Pokok bahasan yang terkandung dalam kitab dengan melihat daftar isi dan membuka-buka sesuai dengan kecukupan waktu sebagian pokok bahasan kitab.
c. Tenang dan tidak sibuk sendiri dalam majelis ilmu
Ini termasuk adab yang penting dalam majelis ilmu. Imam Adz Dzahabi menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata,“Tidak ada seorangpun yang bercakap-cakap di majelis Abdurrahman bin Mahdi. Pena tak bersuara. Tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat”. Dan dalam riwayat yang lain,“Jika beliau melihat seseorang dari mereka tersenyum atau berbicara, maka dia mengenakan sandalnya dan keluar”.
d. Tidak boleh berputus asa
Terkadang sebagian kita telah hadir di suatu majelis ilmu dalam waktu yang lama. Akan tetapi tidak dapat memahaminya kecuali sedikit sekali. Lalu timbul dalam diri kita perasaan putus asa dan tidak mau lagi duduk di sana. Tentunya hal ini tidak boleh terjadi.
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqiti berkisah, “Ada satu masalah yang belum saya pahami. Lalu saya kembali ke rumah dan saya meneliti dan terus meneliti. Sedangkan pembantuku meletakkan lampu atau lilin di atas kepala saya. Saya terus meneliti dan minum teh hijau sampai lewat 3/4 hari, sampai terbit fajar hari itu”. Kemudian beliau berkata,“Lalu terpecahlah problem tersebut”.
e. Jangan memotong pembicaraan guru atau penceramah
Termasuk adab yang harus diperhatikan dalam majelis ilmu, yaitu tidak memotong pembicaraan guru atau penceramah. Karena hal itu termasuk adab yang jelek. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita dengan sabdanya (yang artinya) :
ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama.” [HR. Ahmad, shahih].

Wallaahu ‘alam.

————————————————————

Referensi :
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Lu’lu’ wal Marjan karya Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi
Rihlah Fi Thalabil Hadits, hal.196 oleh Al-Khotib Al-Baghdadi
Tadzkiratul Huffadz 1/331 karya Imam Adz-Dzahabi

Penulis: Dian Pratiwi
Murajaah : Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Baca selengkapnya