Kisah Abu ‘Umair dengan Nughair

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan contoh bagi kita umat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Begitu juga teladan dalam bergaul, bercanda dan bermain dengan anak-anak kita yang masih kecil. Dalam kisah seorang anak kecil Abu ‘Umair dengan burung kecilnya bernama Nughair, kita bisa melihat bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dan menghibur anak kecil dan bertanya kepadanya tentang burung yang dijadikan sebagai mainannya.

Shahabat yang sangat dekat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا وَكَانَ لِى أَخٌ  يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ  قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ – كَانَ فَطِيمًا – قَالَ – فَكَانَ إِذَا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَآهُ قَالَ: أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ. قَالَ نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ.

“Rasulullah adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Aku (Anas) mempunyai seorang saudara laki-laki yang dikenal dengan kunyah Abu ‘Umair. Pada saat itu aku mengira dia masih dalam usia menyusui (kurang dari 2 tahun). Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, biasanya beliau melihatnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Wahai Abu ‘Umair ada apa dengan nughair?”Anas berkata, “(Nughair) adalah burung kecil yang dia (Abu ‘Umair) biasa bermain dengannya.” (HR. Bukhari no. 6129, 6203 dan Muslim no. 2150)

Dalam salah satu lafazh riwayat Imam Bukhari, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menyebutkan,

إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُخَالِطُنَا حَتَّى يَقُولَ لأَخٍ لِي صَغِيرٍ

“Sesungguhnya Nabi benar-benar biasa bergaul dengan kami, sampai pun pada saudara kecilku … ”

Dalam riwayat Imam Ahmad yang juga dari shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

كَانَ لِأَبِي طَلْحَةَ ابْنٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَاحِكُهُ قَالَ فَرَآهُ حَزِينًا فَقَالَ يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

“Abu Thalhah dahulu memiliki seorang anak laki-laki yang dikenal dengan kunyah Abu ‘Umair. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya suka mengajaknya tertawa (bercanda). Suatu ketika, beliau melihatnya sedih. Beliau pun bertanya, Wahai Abu ‘Umair ada apa dengan si Nughair?” (HR. Ahmad no. 12158. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan, “Sanadnya sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)

Masih dalam riwayat Imam Ahmad dan dari Anas radhiyallahu ‘anhu juga namun dalam redaksi lainnya disebutkan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ سُلَيْمٍ وَلَهَا ابْنٌ مِنْ أَبِي طَلْحَةَ يُكْنَى أَبَا عُمَيْرٍ وَكَانَ يُمَازِحُهُ فَدَخَلَ عَلَيْهِ فَرَآهُ حَزِينًا فَقَالَ مَالِي أَرَى أَبَا عُمَيْرٍ حَزِينًا فَقَالُوا مَاتَ نُغَرُهُ الَّذِي كَانَ يَلْعَبُ بِهِ قَالَ فَجَعَلَ يَقُولُ أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah datang ke rumah Ummu Sulaim. Dia memiliki seorang anak dari Abu Thalhah yang dikenal dengan kunyah Abu ‘Umair. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bercanda dengannya. Beliau mendatanginya dan melihatnya sedang sedih. Lalu beliau bertanya, “Ada apa dengan Abu ‘Umair, aku melihatnya sedang sedih?” Lalu para shahabat menjawab, “Burung kecilnya yang dia biasa bermain dengannya telah mati.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya kepadanya, Wahai Abu ‘Umair, ada apa dengan si Nughair?” (HR. Ahmad no. 12980. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan, “Sanadnya sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)

Faidah Hadits Abu ‘Umair

Para ulama menggali banyak faidah dari hadits yang sangat ringkas ini dengan sebab kecerdasan yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka rahimahumullah. Bahkan di antara mereka ada yang dapat mengambil 60 faidah dari hadits ini dengan mengumpulkan berbagai jalur periwayatannya. Ulama tersebut adalah Abul Abbas Ahmad bin Abu Ahmad atau yang terkenal dengan sebutan Ibnu Al-Qash Asy-Syafi’i rahimahullah. Berikut ini kami cantumkan beberapa faidah yang terkait dengan parenting (pendidikan anak).

  1. Bolehnya memberikan nama kunyah kepada anak kecil. Bahkan Imam Bukhari pun ketika meletakkan hadits ini dalam kitabnya dengan memberikan judul ‘Bab Memiliki Nama Kunyah bagi Anak Kecil dan Laki-laki yang Belum Memiliki Anak.’
  2. Terkait dengan hal ini, Allahu a’lam, dibolehkan juga memanggil anak dengan panggilan yang membuatnya bangga atau “merasa dianggap” keberadaannya. Misalnya dengan memanggilnya “Abang”, “Kakak”, “Mas” atau “Mbak”.
  3. Bolehnya bercanda dengan anak kecil, demikian pula boleh jika sering dilakukan. Ini merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan hanya sekedar rukhshah (keringanan) karena ada faktor yang memberatkan.
  4. Bolehnya bermain dengan anak yang belum tamyiz (belum bisa membedakan baik dan buruk atau sekitar usia di bawah 7 tahun).
  5. Bolehnya mengunjungi anak kecil dalam rangka ingin bermain-main dengannya.
  6. Dianjurkannya bersikap lembut kepada kawan, baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa.
  7. Dianjurkannya bertanya tentang keadaan kawan dalam rangka menyenangkannya, baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa.
  8. Bolehnya seorang anak bermain dengan burung.

Syaikh Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah pernah ditanya hukum memelihara binatang (burung) di sangkar terkait hadits ini. Lalu beliau menjawab,

“Boleh hukumnya memelihara burung di sangkar, asalkan diperlakukan baik dan tidak menyiksanya. Namun memelihara burung di sangkar dimungkinkan adanya kelalaian (memperhatikan haknya -pen) atau menelantarkannya. Sehingga seseorang dapat saja memikulkan beban dosa di pundaknya. Hadits yang disebutkan shahih, namun tidak secara pasti memberikan keterangan bahwasanya burung kecil tersebut dipelihara di dalam sangkar. Bahkan boleh jadi dipelihara tidak di kandang semisal ayam yang ada kandangnya lalu dilepaskan untuk makan dan dimasukkan kembali. Hal ini tentu berbeda dengan burung yang dipelihara (dikurung) di sangkar. Boleh jadi Anda lupa (terhadap haknya) dan dia tidak bebas datang dan pergi untuk makan.” (diterjemahkan secara bebas dari Syarh Sunan Abu Dawud, XII/122)

Inti dari fatwa beliau adalah diperbolehkan untuk memelihara hewan peliharaan di sangkar, asalkan diperhatikan haknya dalam hal makan dan minum. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafidzahullah. Namun, jika tidak dikurung di sangkar tentu lebih baik dan lebih selamat dari dosa. Allahu a’lam.

  1. Bolehnya kedua orang tua membiarkan anaknya yang masih kecil bermain dengan mainan yang diperbolehkan syari’at.
  2. Bolehnya membelanjakan uang untuk membeli mainan anak yang diperbolehkan syari’at.
  3. Disyari’atkannya berbicara, berkomunikasi dengan orang lain sesuai tingkat pengetahuan dan keilmuan mereka.
  4. Bolehnya memberikan nama kepada hewan.
  5. Bolehnya bertanya kepada anak walaupun tidak bermaksud mendapatkan jawaban. Artinya pertanyaan yang hanya sekedar untuk menghibur dan menyenangkan hatinya.

 

***

Diselesaikan ba’da subuh, Sigambal 23 Shafar 1439/ 12 November 2017

Penulis: Aditya Budiman dan M. Saifudin Hakim

 

Artikel Muslimah.or.id

Baca selengkapnya